limbah B3
Pengelolaan Limbah Bahan Beracun dan
Berbahaya (B3)
- Pengertian B3
Menurut
PP No. 18 tahun 1999, yang dimaksud dengan limbah B3 adalah sisa suatu usaha
dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena
sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusakan lingkungan hidup dan atau
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
mahluk hidup lain.
Intinya
adalah setiap materi yang karena konsentrasi dan atau sifat dan atau jumlahnya
mengandung B3 dan membahayakan manusia, mahluk hidup dan lingkungan, apapun
jenis sisa bahannya.
Definisi
limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa (limbah) suatu
kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3)
karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity)
serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak
langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan
manusia.
Tujuan pengelolaan limbah B3
Tujuan
pengelolaan B3 adalah untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran
atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan
pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai dengan
fungsinya kembali.
Dari
hal ini jelas bahwa setiap kegiatan/usaha yang berhubungan dengan B3, baik
penghasil, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah dan penimbun B3, harus
memperhatikan aspek lingkungan dan menjaga kualitas lingkungan tetap pada
kondisi semula. Dan apabila terjadi pencemaran akibat tertumpah, tercecer dan
rembesan limbah B3, harus dilakukan upaya optimal agar kualitas lingkungan
kembali kepada fungsi semula.
Identifikasi
limbah B3
Pengidentifikasian
limbah B3 digolongkan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu:
- Berdasarkan sumber
- Berdasarkan karakteristik
Golongan
limbah B3 yang berdasarkan sumber dibagi menjadi:
·
Limbah B3 dari sumber spesifik;
·
Limbah B3 dari sumber tidak
spesifik;
·
Limbah B3 dari bahan kimia
kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan dan buangan produk yang tidak memenuhi
spesifikasi.
Sedangkan
golongan limbah B3 yang berdasarkan karakteristik ditentukan dengan:
·
mudah meledak;
·
pengoksidasi;
·
sangat mudah sekali menyala;
·
sangat mudah menyala;
·
mudah menyala;
·
amat sangat beracun;
·
sangat beracun;
·
beracun;
·
berbahaya;
·
korosif;
·
bersifat iritasi;
·
berbahayabagi lingkungan;
·
karsinogenik;
·
teratogenik;
·
mutagenik.
Karakteristik
limbah B3 ini mengalami pertambahan lebih banyak dari PP No. 18 tahun 1999 yang
hanya mencantumkan 6 (enam) kriteria, yaitu:
·
mudah meledak;
·
mudah terbakar;
·
bersifat reaktif;
·
beracun;
·
menyebabkan infeksi;
·
bersifat korosif.
Peningkatan
karakteristik materi yang disebut B3 ini menunjukan bahwa pemerintah sebenarnya
memberikan perhatian khusus untuk pengelolaan lingkungan Indonesia. Hanya
memang perlu menjadi perhatian bahwa implementasi dari Peraturan masih sangat
kurang di negara ini.
Pengelolaan dan pengolahan
limbah B3
Pengelolaan
limbah B3 meliputi kegiatan pengumpulan, pengangkutan, pemanfatan, pengolahan
dan penimbunan.
Setiap
kegiatan pengelolaan limbah B3 harus mendapatkan perizinan dari Kementerian Lingkungan
Hidup (KLH) dan setiap aktivitas tahapan pengelolaan limbah B3 harus dilaporkan
ke KLH. Untuk aktivitas pengelolaan limbah B3 di daerah, aktivitas kegiatan
pengelolaan selain dilaporkan ke KLH juga ditembuskan ke Bapedalda setempat.
Pengolahan
limbah B3 mengacu kepada Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
(Bapedal) Nomor Kep-03/BAPEDAL/09/1995 tertanggal 5 September 1995 tentang
Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (www.menlh.go.id/i/art/pdf_1054679307.pdf)
Pengolahan
limbah B3 harus memenuhi persyaratan:
Pengolahan
B3 dapat dilakukan di dalam lokasi penghasil limbah atau di luar lokasi
penghasil limbah. Syarat lokasi pengolahan di dalam area penghasil harus:
1.
daerah bebas banjir;
2.
jarak dengan fasilitas umum minimum
50 meter;
Syarat
lokasi pengolahan di luar area penghasil harus:
1.
daerah bebas banjir;
2.
jarak dengan jalan utama/tol minimum
150 m atau 50 m untuk jalan lainnya;
3.
jarak dengan daerah beraktivitas
penduduk dan aktivitas umum minimum 300 m;
4.
jarak dengan wilayah perairan dan
sumur penduduk minimum 300 m;
5.
dan jarak dengan wilayah terlindungi
(spt: cagar alam,hutan lindung) minimum 300 m.
Fasilitas
pengolahan harus menerapkan sistem operasi, meliputi:
1.
sistem kemanan fasilitas;
2.
sistem pencegahan terhadap
kebakaran;
3.
sistem pencegahan terhadap
kebakaran;
4.
sistem penanggulangan keadaan
darurat;
5.
sistem pengujian peralatan;
6.
dan pelatihan karyawan.
Keseluruhan
sistem tersebut harus terintegrasi dan menjadi bagian yang tak terpisahkan
dalam pengolahan limbah B3 mengingat jenis limbah yang ditangani adalah limbah
yang dalam volume kecil pun berdampak besar terhadap lingkungan.
- Penanganan limbah B3 sebelum
diolah
Setiap
limbah B3 harus diidentifikasi dan dilakukan uji analisis kandungan guna
menetapkan prosedur yang tepat dalam pengolahan limbah tersebut. Setelah uji
analisis kandungan dilaksanakan, barulah dapat ditentukan metode yang tepat
guna pengolahan limbah tersebut sesuai dengan karakteristik dan kandungan
limbah.
Jenis
perlakuan terhadap limbah B3 tergantung dari karakteristik dan kandungan
limbah. Perlakuan limbah B3 untuk pengolahan dapat dilakukan dengan proses sbb:
1.
proses secara kimia, meliputi:
redoks, elektrolisa, netralisasi, pengendapan, stabilisasi, adsorpsi, penukaran
ion dan pirolisa.
2.
proses secara fisika, meliputi:
pembersihan gas, pemisahan cairan dan penyisihan komponen-komponen spesifik
dengan metode kristalisasi, dialisa, osmosis balik, dll.
3.
proses stabilisas/solidifikasi,
dengan tujuan untuk mengurangi potensi racun dan kandungan limbah B3 dengan
cara membatasi daya larut, penyebaran, dan daya racun sebelum limbah dibuang ke
tempat penimbunan akhir
4.
proses insinerasi, dengan cara
melakukan pembakaran materi limbah menggunakan alat khusus insinerator dengan
efisiensi pembakaran harus mencapai 99,99% atau lebih. Artinya, jika suatu
materi limbah B3 ingin dibakar (insinerasi) dengan berat 100 kg, maka abu sisa pembakaran
tidak boleh melebihi 0,01 kg atau 10 gr
Tidak
keseluruhan proses harus dilakukan terhadap satu jenis
limbah B3, tetapi proses dipilih berdasarkan cara terbaik melakukan
pengolahan sesuai dengan jenis dan materi limbah.
- Hasil pengolahan limbah B3
Memiliki
tempat khusus pembuangan akhir limbah B3 yang telah diolah dan dilakukan
pemantauan di area tempat pembuangan akhir tersebut dengan jangka waktu 30
tahun setelah tempat pembuangan akhir habis masa pakainya atau ditutup.
Perlu
diketahui bahwa keseluruhan proses pengelolaan, termasuk penghasil limbah B3,
harus melaporkan aktivitasnya ke KLH dengan periode triwulan (setiap 3 bulan
sekali).
Teknologi
Pengolahan
Terdapat banyak metode pengolahan
limbah B3 di industri, tiga metode yang paling populer di antaranya ialah chemical
conditioning, solidification/Stabilization, dan incineration.
- Chemical Conditioning
Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical conditioning.
TUjuan utama dari chemical conditioning ialah:
- menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung
di dalam lumpur
- mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam
lumpur
- mendestruksi organisme patogen
- memanfaatkan hasil samping proses chemical
conditioning yang masih memiliki nilai ekonomi seperti gas methane
yang dihasilkan pada proses digestion
- mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan
dalam keadaan aman dan dapat diterima lingkungan
Chemical
conditioning terdiri dari beberapa tahapan
sebagai berikut:
6. Concentration
thickening
Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur yang akan diolah dengan
cara meningkatkan kandungan padatan. Alat yang umumnya digunakan pada tahapan
ini ialah gravity thickener dan solid bowl centrifuge. Tahapan
ini pada dasarnya merupakan tahapan awal sebelum limbah dikurangi kadar airnya
pada tahapan de-watering selanjutnya. Walaupun tidak sepopuler gravity
thickener dan centrifuge, beberapa unit pengolahan limbah
menggunakan proses flotation pada tahapan awal ini.
7. Treatment,
stabilization, and conditioning
Tahapan kedua ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa organik dan
menghancurkan patogen. Proses stabilisasi dapat dilakukan melalui proses
pengkondisian secara kimia, fisika, dan biologi. Pengkondisian secara kimia
berlangsung dengan adanya proses pembentukan ikatan bahan-bahan kimia dengan
partikel koloid. Pengkondisian secara fisika berlangsung dengan jalan
memisahkan bahan-bahan kimia dan koloid dengan cara pencucian dan destruksi.
Pengkondisian secara biologi berlangsung dengan adanya proses destruksi dengan
bantuan enzim dan reaksi oksidasi. Proses-proses yang terlibat pada tahapan ini
ialah lagooning, anaerobic digestion, aerobic digestion, heat
treatment, polyelectrolite flocculation, chemical conditioning,
dan elutriation.
8. De-watering
and drying
De-watering and drying bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi
kandungan air dan sekaligus mengurangi volume lumpur. Proses yang terlibat pada
tahapan ini umumnya ialah pengeringan dan filtrasi. Alat yang biasa digunakan
adalah drying bed, filter press, centrifuge, vacuum
filter, dan belt press.
9. Disposal
Disposal ialah proses pembuangan akhir limbah B3. Beberapa proses yang terjadi
sebelum limbah B3 dibuang ialah pyrolysis, wet air oxidation, dan
composting. Tempat pembuangan akhir limbah B3 umumnya ialah sanitary
landfill, crop land, atau injection well.
2. Solidification/Stabilization
Di samping chemical conditiong, teknologi solidification/stabilization
juga dapat diterapkan untuk mengolah limbah B3. Secara umum stabilisasi dapat
didefinisikan sebagai proses pencapuran limbah dengan bahan tambahan (aditif)
dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk
mengurangi toksisitas limbah tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan
sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua
proses tersebut seringkali terkait sehingga sering dianggap mempunyai arti yang
sama. Proses solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi
menjadi 6 golongan, yaitu:
0. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah dibungkus
dalam matriks struktur yang besar
1. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan
pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat
mikroskopik
2. Precipitation
3. Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara
elektrokimia pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.
4. Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan
menyerapkannya ke bahan padat
5. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi
senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama
sekali
Teknologi
solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur (CaOH2), dan bahan
termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah metoda in-drum
mixing, in-situ mixing, dan plant mixing. Peraturan mengenai
solidifikasi/stabilitasi diatur oleh BAPEDAL berdasarkan Kep-03/BAPEDAL/09/1995
dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.
3.Incineration
Teknologi pembakaran (incineration ) adalah alternatif yang menarik
dalam teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa
limbah hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini sebenarnya
bukan solusi final dari sistem pengolahan limbah padat karena pada dasarnya
hanya memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat mata ke bentuk gas yang
tidak kasat mata. Proses insinerasi menghasilkan energi dalam bentuk panas.
Namun, insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana sebagian besar dari
komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat. Selain
itu, insinerasi memerlukan lahan yang relatif kecil.
Aspek
penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating value)
limbah. Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan berlangsungnya proses
pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh
dari sistem insinerasi. Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk
membakar limbah padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized
bed, open pit, single chamber, multiple chamber, aqueous
waste injection, dan starved air unit. Dari semua jenis insinerator
tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan karena alat tersebut dapat
mengolah limbah padat, cair, dan gas secara simultan.
Proses Pembakaran (Inceneration)
Limbah B3
Limbah B3
kebanyakan terdiri dari karbon, hydrogen dan oksigen. Dapat juga mengandung
halogen, sulfur, nitrogen dan logam berat. Hadirnya elemen lain dalam jumlah
kecil tidak mengganggu proses oksidasi limbah B3.
Struktur molekul umumnya menentukan bahaya dari suatu zat organic terhadap
kesehatan manusia dan lingkungan. Bila molekul limbah dapat
dihancurkan dan diubah menjadi karbon dioksida (CO2), air dan
senyawa anorganik, tingkat senyawa organik akan berkurang. Untuk penghancuran
dengan panas merupakan salah satu teknik untuk mengolah limbah B3.
Inceneration adalah alat untuk
menghancurkan limbah berupa pembakaran dengan kondisi terkendali. Limbah dapat
terurai dari senyawa organik menjadi senyawa sederhana seperti CO2
dan H2O.
Incenerator efektif terutama untuk
buangan organik dalam bentuk padat, cair, gas, lumpur cair dan lumpur padat.
Proses ini tidak biasa digunakan limbah organik seperti lumpur logam berat
(heavy metal sludge) dan asam anorganik. Zat karsinogenik patogenik dapat
dihilangkan dengan sempurna bila insenerator dioperasikan I
Incenerator memiliki kelebihan,
yaitu dapat menghancurkan berbagai senyawa organik dengan sempurna, tetapi
terdapat kelemahan yaitu operator harus yang sudah terlatih. Selain itu biaya
investasi lebih tinggi dibandingkan dengan metode lain dan potensi emisi ke
atmosfir lebih besar bila perencanaan tidak sesuai dengan kebutuhan
operasional.